Tari Manuk Rawa berasal dari Bali. Tarian yang dibawakan oleh sekelompok penari wanita ini menyuguhkan gerakan yang khas dan dibalut dengan kostum nan unik. Tidak heran jika banyak yang terpukau dengan tarian ini dan ingin tahu asal tari Manuk Rawa.
Secara bahasa, manuk rawa berarti burung yang berada di rawa (air). Tarian ini menggambarkan perilaku burung ketika berada di air, sebagaimana dikisahkan dalam Epos Mahabharata. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tarian yang satu ini, simak penjelasan berikut.
Sejarah Tari Manuk Rawa
Menurut sejarah, asal tari Manuk Rawa adalah dari sendratari Mahabharata. Tarian ini merepresentasikan tingkah manuk (burung) yang berada di daerah rawa seperti yang ditemukan di cerita Wana Parwa, bagian dari Epos Mahabharata.
Ketika berada di air, burung tersebut digambarkan bertingkah riang gembira. Oleh sebab itu, tarian yang ditampilkan juga menggambarkan kebahagiaan dan keriangan.
Pada tahun 1981, seorang komposer Bali bernama I Wayan Beratha serta koreografer bernama I Wayan Dibia membuatnya menjadi tari lepas yang ditampilkan secara terpisah dari keseluruhan epos Mahabharata. Sejak saat itu tarian ini bukan lagi menjadi bagian dari sendratari tersebut.
Tari Manuk Rawa sering disebut sebagai perpaduan antara tari tradisional Bali yang dikombinasikan dengan gerakan tari klasik Jawa dan Sunda. Dengan sejumlah kreasi dan modifikasi, tarian ini terlihat begitu indah ketika ditampilkan oleh 5 hingga 7 penari perempuan.
Lebih menarik, belakangan ini para penari dan seniman mulai berusaha memodifikasi gerakan untuk menjadikannya terlihat unik dan berbeda. Meskipun begitu, tarian ini tetap menyuguhkan gerakan khas Bali yang khas.
Fungsi Tari Manuk Rawa

Mengetahui asal tari Manuk Rawa belum cukup untuk mengenal lebih dekat tentang tarian khas Bali yang satu ini. Agar bisa menikmati dan memahami filosofi setiap gerakan, tidak ada salahnya untuk mempelajari makna tari Manuk Rawa.
Seperti yang disampaikan sebelumnya, tarian ini menggambarkan perilaku burung yang berada di daerah rawa penuh air. Diadopsi dari kisah Wana Parwa yang terkenal dengan pencitraan khas dan mewah, burung tersebut digambarkan merasa begitu riang gembira.
Selama pertunjukan, tarian ini menampilkan gerakan burung yang terbang dengan gembira di antara rawa-rawa yang dipenuhi dengan air dan tumbuhan yang mengambang. Fungsinya adalah untuk menyampaikan kegembiraan dan hiburan bagi para penonton.
Kostum Tari Manuk Rawa
Pada setiap pertunjukan tari, penonton tidak hanya menikmati gerakan tetapi juga busana yang digunakan. Begitu juga dengan pementasan tari Manuk Rawa yang menggunakan kostum bernuansa megah yang didominasi oleh warna kuning dan merah.
Seperti tari Bali klasik pada umumnya, tari manuk rawa menggunakan kostum detail dengan berbagai aksesoris yang terkesan rumit. Sebut saja beberapa komponen yang wajib digunakan oleh penari seperti mahkota atau gelungan, baju kemben, sabuk, hingga kain yang melambangkan sayap.
Selain itu, ada pula aksesoris yang mungkin terkesan asing seperti tegil yang berfungsi untuk menutup atasan penari setelah mengenakan badong.
Penari juga menggunakan kain Prada, yaitu kain khas Bali yang memiliki motif khas dan berlapis emas. Kain berwarna merah ini menunjukkan keberanian.
Sesuai dengan asal tari Manuk Rawa, perpaduan tata busana tersebut menggambarkan burung yang sedang terbang mencari makan. Dengan berbagai komponen tersebut pula, para penari bisa lebih menjiwai makna tarian yang sedang dibawakan.
Gerakan dan Pola Lantai
Gerakan merupakan ruh dari sebuah tarian. Gerakan yang diiringi dengan musik dan dilakukan dengan selaras membuat kesenian tari terlihat memesona. Lantas, gerakan apa saja yang dilakukan dalam tari Manuk Rawa?
Untuk menggambarkan burung yang tengah mencari makan, tarian ini menampilkan pola lantai diagonal dengan penekanan pada gerakan berdiri dan jongkok. Pada tarian ini pula gerakan nyeledet khas Bali (gerakan bola mata melotot dan bergerak ke kanan dan kiri) juga ditampilkan.
Berikut ini sejumlah gerakan khas yang bisa ditemukan pada tari Manuk Rawa:
1. Gerakan Kepala
Penari menampilkan gerakan kepala kipak kipek dari pojok atas kemudian menuju ke tengah dan bawah. Gerak leher dan dagu menyerupai lenggok ular yang dikenal dengan sebutan gerak ileg-ileg juga ditemukan pada tarian ini.
Selain itu, dagu juga bergerak ke depan dan belakang. Untuk menirukan burung yang tengah mencari makan, penari juga melakukan gerakan dengan menundukkan kepala kemudian menengadah ke atas.
2. Gerakan Kaki
Asal tari Manuk Rawa yang mengadopsi tingkah laku burung didominasi oleh posisi kaki jongkok sambil meloncat-loncat, layaknya burung yang kegirangan. Ada pula posisi kaki menyilang dan penari bergerak maju mundur.
Seiring dengan alunan musik pengiring, kaki naik turun sambil berjinjit-jinjit. Jika diperhatikan, gerakan ini menggambarkan gerakan burung yang sedang berjalan.
3. Gerakan Tangan
Gerakan tangan menjadi salah satu gerakan penting pada tari Manuk Rawa. Penari harus menampilkan begitu banyak gerakan tangan dengan lincah dan detail.
Misalnya, tangan ditekuk, lalu salah satu tangan diletakkan di samping pinggang dan tangan lainnya di samping.
Ada pula gerakan kedua tangan ditekuk dan salah satunya diletakkan di depan dada. Selanjutnya tangan diluruskan ke samping dan penari menghadapkan kedua telapak tangan ke belakang tanpa menyentuh pinggang. Gerakan ini diulang terus menerus hingga akhir pementasan.
4. Gerakan Badan
Dalam tarian ini, penari menampilkan gerakan badan yang disebut dengan ngeseh atau ngejat bahu. Ngeseh merupakan salah satu gerakan khas dari tari Bali klasik.
Gerakan lain yang ditampilkan adalah salah satu bahu diturunkan dan bahu lainnya berada di atas yang dilakukan dengan gerak patah-patah.
5. Gerakan Mata
Hal tak kalah penting, gerakan mata tidak boleh dilewatkan dalam setiap tari tradisional Bali termasuk tari Manuk Rawa. Penari akan nyeledet atau melotot dan menggerakkan bola mata ke kanan dan kiri sehingga menampilkan kesan kuat dan tegas.
Selain nyeledet, ada pula gerakan nyelier yang berarti menutup satu mata. Gerakan ini membuat tarian terlihat lebih menarik.
Iringan Musik
Musik membuat tarian lebih hidup dan membawa penonton terhanyut dalam cerita yang dibawakan. Tari Manuk Rawa juga tidak dapat dipisahkan dari iringan musik yang khas.
Secara umum, pengiring yang digunakan adalah gong kebyar yang dimainkan sejak awal hingga tarian berakhir. Gong kebyar terdiri dari berbagai alat musik seperti kajar, reyong pecon 12, terompong pecon 12, suling bambu, gendang besar, gong kecil moncong pipih, dan kemplung.
Beberapa alat musik tradisional lain seperti jegogan, gangsa berbilah, dan cengceng juga dimainkan selama pertunjukan. Kombinasi berbagai alat musik ini tentu membuat pertunjukan semakin meriah dan dapat dinikmati oleh penonton.
Tari Manuk Rawa merupakan salah satu bagian dari warisan budaya di Indonesia. Dengan mengetahui berbagai informasi seperti asal tari Manuk Rawa, gerakan yang ditampilkan hingga properti yang digunakan, diharapkan tarian ini bisa tetap lestari hingga anak cucu kelak.